Minggu, 26 Maret 2017

Rumusan

Adalah suatu rumusan yang masa saat itu aku dikenalkan sejak kecil. Saat kecilku aku diajarkan bermain (dolanan), didalam dolanan ada yang bisa saya sebut pra dolanan, yaitu biasa dari houngpimpah (memilih siapa yang menang) atau shut. Dalam kajian saya houng adalah Tuhan untuk bahasa Sansekerta/ Jawa Kuna. Houngpimpah adalah dimana kita terpilih untuk berlaku mengenal atau dikenalkan secara tidak langsung pengenalan pada KeTuhanan beserta sifatnya. Ke Tahanan beserta sifatnya adalah sama pemahaman bagi mereka yang memiliki keyakinan dalam bermain tersebut.

Misal yang saya kutip dari internet tentang mengenal Tuhan pada umat Budha, seperti berikut;
“ Atthi bhikkhave ajâtam abhûtam akatam asankhatam,
no ce tam bhikkhave abhavisam ajâtam abhûtam akatam asankhatam,
nayidha jâtassa bhûtassa katassa sankhatassa nissaranam paññâyetha.
Yasmâ ca kho bhikkhave atthi ajâtam abhûtam akatam asankhatam,
Tasmâ jâtassa bhûtassa sankhatassa nissaranam paññâya’ ti. “

“ Para bhikkhu, ada Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan, Yang Mutlak. Para bhikkhu, bila tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Tidak dijelmakan, Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, dan pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, dan pemunculan dari sebab yang lalu. “

Tuhan Yang Maha Esa dalam agama Buddha adalah “ Atthi Ajâtam Abhûtam Akatam Asankhatam “ (dalam bahasa Pâli), yang artinya “Suatu yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan, Yang Mutlak”. Sedangkan istilah Asankhata dalam bahasa Pâli berarti Yang Maha Esa atau Yang Mutlak.

Serta pada penganut serta pemeluk agama Hindu, sebagai berikut;
Tuhan didalam agama Hindu merupakan suaru esensi tertinggi yang meresapi seluruh jagat raya ini, di dalam naskah-naskah kitab suci keberadaan tuhan banyak di jelaskan didalam kitab-kitab tersebut seperti misalnya didalam kitab suci Bhagawad Gita yakni disebutkan sebagai berikut :
Etadyonini bhutani
sarvani ty upadharaya
aham kristnasya jagatah
prabhavah pralayas tatha. (BG. VII.6)

Yang Artinya:
            Ketahuilah, bahwa semua insani mempunyai sumber-sumber kelahiran disini, Aku adalah asal mula alam semesta ini demikian pula kiamat-kelaknya nanti.

Aham atma gudakesa
sarva bhutasaya sthitah
aham adis cha madhyam cha
bhutanam anta eva cha. (BG.X.20)

Yang Artinya :
Aku adalah jiwa yang berdiam dalam hati segala insani, wahai Gudakesa. Aku adalah permulaan, pertengahan dan penghabisan dari mahluk semua.

yach cha pi sarvabhutanam
bijam tad aham arjuna
na tad asti vina syan
maya bhutam characharam. (BG. X.39)

Yang artinya :
Dan selanjutnya apapun, oh Arjuna, aku adalah benih dari segala mahluk, tidak ada sesuatupun bisa ada, bergerak atau tidak bergerak, tanpa aku.
Tuhan (Hyang Widhi), yang bersifat Maha Ada, juga berada disetiap mahluk hidup, didalam maupun doluar dunia (imanen dan transenden). Tuhan (Hyang Widhi) meresap disegala tempat dan ada dimana-mana (Wyapi Wyapaka), serta tidak berubah dan kekal abadi (Nirwikara). Di dalam Upanisad disebutkan bahwa Hyang Widhi adalah "telinga dari semua telinga, pikiran dari segala pikiran, ucapan dari segala ucapan, nafas dari segala nafas dan mata dari segala mata", namun Hyang Widhi itu bersifat gaib (maha suksma) dan abstrak tetapi ada.
Di dalam Bhuana Kosa disebutkan sebagai berikut:
"Bhatara Ciwa sira wyapaka
sira suksma tan keneng angen-angen
kadiang ganing akasa tan kagrahita
dening manah muang indriya".

Artinya:
Tuhan (Ciwa), Dia ada di mana-mana, Dia gaib, sukar dibayangkan, bagaikan angkasa (ether), dia tak dapat ditangkap oleh akal maupun panca indriya.
Walaupun amat gaib, tetapi Tuhan hadir dimana-mana. Beliau bersifat wyapi-wyapaka, meresapi segalanya. Tiada suatu tempatpun yang Beliau tiada tempati. Beliau ada disini dan berada disana Tuhan memenuhi jagat raya ini.
"Sahasrasirsa purusah sahasraksah sahasrapat,
sa bhumim visato vrtva tyatistad dasangulam". (Rg Veda X.90.1)

Artinya :
Tuhan berkepala seribu, bermata seribu, berkaki seribu, Ia memenuhi bumi-bumi pada semua arah, mengatasi kesepuluh penjuru.
Seribu dalam mantra Rg Veda di atas berarti tak terhingga. Tuhan berkepala tak terhingga, bermata tak terhingga, bertangan tak terhingga. Semua kepala adalah kepa_Nya, semua mata adalah mata-Nya, semua tangan adalah tangan-Nya. Walaupun Tuhan tak dapat dilihat dengan mata biasa, tetapi Tuhan dapat dirasakan kehadirannya dengan rasa hati, bagaikan garam dalam air. Ia tidak tampak, namun bila dicicipi terasa adanya disana. Demikian pula seperti adanya api di dalam kayu, kehadirannya seolah-olah tidak ada, tapi bila kayu ini digosok maka api akan muncul.
Eko devas sarva-bhutesu gudhas
sarva vyapi sarwa bhutantar-atma
karmadyajsas sarvabhutadhivasas
saksi ceta kevalo nirgunasca. (Svet. Up. VI.11)

Artinya :
Tuhan yang tunggal sembunyi pada semua mahluk, menyusupi segala, inti hidupnya semua mahluk, hakim semua perbuatan yang berada pada semua mahluk, saksi yang mengetahui, yang tunggal, bebas dari kualitas apapun.
Karena Tuhan berada di mana-mana, ia mengetahui segalanya. Tidak ada sesuatu apapun yang ia tidak ketahui. Tidak ada apapun yang dapat disembunyikan kepada-Nya. Tuhan adalah saksi agung akan segala yang ada dan terjadi. Karena demikian sifat Tuhan, maka orang tidak dapat lari kemanapun untuk menyembunyikan segala perbuatannya. Kemanapun berlari akan selalu berjumpa dengan Dia. Tidak ada tempat sepi yang luput dari kehadiran-Nya.
Kendatipun Tuhan itu selalu hadir dan meresap di segala tempat, tetapi sukar  dapat dilihat oleh mata biasa. Indra kita hanya dapat menangkap apa yang dilihat, didengar, dikecap dan dirasakan........

Dari kutipan diatas, bahwa kita sebenarnya adalah sama, dari kecil kita dikenalkan mengenal Tuhan, dalam berkehidupan bersama, akur guyub dan bersosial.

Kamis, 16 Maret 2017

Abdi

S    a    n    g    -    a     b     d     i

Pagi yang tak begitu nyaman sudah, yang dirasakan seorang santri.santri yang saat itu mengabdikan pada sang kyai, justru mendapatkan ujian, karena ada salah paham santri pun kena teguran. Teguran yang mungkin dianggap iya adalah berat, sang santri pun diam menepi di dalam surau untuk meminta maaf.

Suasana yang dirasa tegang, bahwa dia merasa numpang, merasa belum punya, merasa susah, serta merasa sendiri itu kemudian bertemulah seorang tua. Seorang tua tersebut menyampaikan beberapa hal, sang tua yang tiba-tiba datang dengan wangi dan cahaya itu berkata, "cung sak rekasane awakmu isih Ono seng luwih rekoso, sak sedeh sedeh awakmu iku Yo iseh Ono sing luweh sedeh, sak dewe-dewene awakmu Yo sek Ono sek luweh dewean, westo Urip iku nengdunyo Ojo mbok gawe peteng, koyoto kuburan, gaweo Padang koyoto surga. Senajan Iki mung ndunyo" ujar sangtua yang beberapa saat pergi melangkah menuju surau.

Santri tersebut langsung berfikir dan membiarkan kejadian yang ada. Karena santri yang tidak pernah mengikuti ngaji bareng kyai nya yang hanya cuman di dapur terus menerus itu kemudian menegarkan kembali batinnya. Sendirinya adalah biasa, sedihnya adalah biasa serta miskinnya adalah biasa, ketika Mereka berjuang dengan ujian yang sangat dalam, ujar cerita sang tua kepada santri.

"Dewean, cobo delok nabi Nuh as, di cobo ditinggalno kluwargane Seko adzab banjir bandang. Tresna marang bojo LAN anak iku Yo Dani cobo. Deloken nabi Isa as, di ino-ino sapa iku, sopo bapake. Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah, iku berjuang dibalangi dewean, mangkat Nang Madinah dewean, OPO dikiro ORA sedeh? Iyo iku urep cung, kudu pintering jogo, Yen awakmu ISO jogo, westo......" 

Em nggih-nggih. Maturnuwun.

Jumat, 10 Maret 2017

Bidadari ku terbang

Azan berkumandang merdu meneduhkan hatiku tuk menghadap Nya, walau panas tubuh ini terasa, bukan karena ac yang mati ataupun pintu jendela tertutup rapat karena sudah akan terhias ya ronce-ronce bunga putih adalah melati. Wajah yang muram aku memandang entah karena apa. Entah, sebentar aku ambil songkok dan sajadah suci kemudian menuju sujudku. Tangis mulai mendesak diantara bacaan suci dari bibir ini, makin terasa saat aku mengacungkan jariku untuk mengakhiri ritualku. Beranikan ku bertanya kepada bidadari yang murung itu, setelah salam aku ucapkan. "Assalamualaikum, kenapa wajahmu murung wahai kekasihku, ada salahkah diriku kepada mu,engkau yang lembut hingga menjadikan murung dihadapan aku ini?" Tanyaku dengan mesra. "Tidak, tidak apa. Aku hanya tadi yang setelah membersihkan kamar ini, lalu terkena debu di mayaku". "Apakah itu yang sebenarnya yang ada didirumu wahai kekasihku" ungkap ku yang belajar sabar saat mengenal nya. Sembari ikut menata kamar yang sebentar lagi yang akan dijadikan ritual suci itu.

Sekejap diamku teringat ketika sang penghulu mengesahkan hallal ku kepada bidadari ku, aku merasa yakin pasti ada yang janggal kepada dirinya. Bising diskusi para tamu yang masih terlihat di ruang tengah, aku mulai menghampirinya, dengan canda dan banyolan yang sejuk, sedikit meredakan panasnya tubuh ini. Sapaan para tamu resepsi kami membuat makin akrab larut dalam gelap malam sakral saat itu. Hiburan musik mengiringi serta suguhan yang memanjakan lidah lincah untuk asik mendukung bincang itu. 00:00 hingga tak terasa mengingat kan mereka tuk bergegas balik ke rumah masing-masing. Hening tanpa lama, ketika musik mula berhenti.

Harum bunga melati menghantarkan aku tuk menyapa kepada kekasih ku itu. Ternyata ia pun masih terlihat gelisah. Keberanian diriku tuk menanyakan kembali, " hai kekasihku yang lema hati, sudah lama aku menelan pahit, pahit oleh penderitaan. Lalu ada apa dengan kamu". "Tak apa" ujarnya. Ya sudah.

Tiba-tiba dengan lembut serta tangis, bidadari ku pun menceritakan kepada ku. "Aku minta maaf" dengan tersedak oleh tangisnya. "Ada apakah ?, Ceritakan kepadaku, karenamu aku harus siap apa saja melayani mu wahae kekasihku". "Maafkan aku Abi, kenapa aku murung dan terlihat mata ini selalu meneteskan air". Tentangku tuk melerainya, " lalu kenapa dan ada apa? Apakah saya salah?".
"Tidak, ini adalah aku yang tidak jujur kepada mu ya Abi". Sebentar lampu kamarun padam dan berhentilah percakapan yang serius itu. Dengan lahan aku melangkah menuju saklar meteran listrik itu.

Menyala dan terangkat kembali kamar indah penuh bunga-bunga itu. Lanjut tanyaku kepada bidadari yang murung. "Lanjutkan lah ada apa dengan perasaan mu itu, buatlah lega untukku". "Iya, sebenarnya aku sudah mencintai orang pilihan ku, namu apa daya, aku harus patuh wasiat orangtuaku untuk mendampinginya". "Em" dengan hati yang langsung sekejap sesak. Akupun menenangkan hati ini. "Lalu apa permintaan mu kepadaku" dengan terbata bata aku menanyakan itu kepada bidadari murung. "Iya aku paham, kan ku jaga sucimu walau hallalmu bersamaku". 

Berlahan aku tinggalkan kamar dengan kemasku, rasa dingin serta panas menghantarkan pulang kerumah, tuk meninggalkan hallku. Sedih memang, pahit itu iya. Namun biarkan sedihku menyembuhkan lukamu karenaku.

Kamis, 09 Maret 2017

Sang Pencari

Ketika itu, ada seorang muda yang ingin mencari suatu bebas dari ketidak tahuannya. Kakak yang terbaring karena musibah selalu mengeluh dan merintih sakit kepadanya. Tapi sangpemuda mencoba bertahan dan menjaga serta merawat kesembuhan kakak ipar tersebut, namun ia gelisah. "Jika seperti begini terus si kakak tak akan kuat, dari cobaannya" pikir pemuda itu. Pemuda itupun pergi dan pamit, saat siang terik yang menyengat. Tak dirasa panas tersebut ia langkahkan kakinya menuju kota yang akan dituju. Selangkah demi selangkah ia jalani dan mencoba mencari tumpangan yang sedia menghampiri pemuda yang cukup terlihat itu.
Beberapa orang bermobil, beberapa orang berkendara tak ada satupun yang bersedia ikhlas membantuku saat lelah. Tanpa sadar ada seorang tua, yaitu sopir BOK tanpa ia mintai tolo tiba-tiba berhenti dan berkata " nak mau hendak kemana, ikutlah, mari didepan adalah gunung yang lumayan bikin capek jika kamu berjalan". Tak ada ragu, pemuda itu naik ke mobil BOK tersebut. Aroma pun bapak sodorkan ke pemuda, itulah rokok kretek.

Lanjut cerita ada sang preman yang sedia menolong, rasa takut dan perih di kaki serasa mau putus ia rasakan untuk mencari sebuah kemerdekaan.

Keinginan adalah sumber penderitaan
Tempatnya dipikiran
Tujuan bukan utama.
Yang utama adalah prosesnya
Kita hidup mencari bahagia
Harta dunia kendaraannya
Bahan bakarnya Budi pekerti.